Advertisement

Responsive Advertisement

Saturday 10 September 2016

10 September 2016



Saat ini, aku sedang berada di posisi yang sebenarnya sudah ku harapkan sejak aku menginginkannya. Sedari lama aku menggambarkan sosok “dia” yang mendekati sempurna di dalam kepalaku. Gambaran yang terbentuk dari setiap hal yang mengikuti takdirnya untuk terjadi dan tanpa sengaja terjangkau oleh kedua indera. Penglihatanku yang tanpa diperintah mengamati setiap hal yang ada dilingkup pandangnya, dan pendengaranku dengan kemampuannya untuk menyampaikan ke otak tentang hal yang terdengar olehnya.

Apapun yang teramati olehku, ntah itu tentang yang baik atau buruk, hal ini tidak mengubah gambaran sosok “dia” yang ku inginkan. Aku menginginkan sosok “dia” ketika dihadapkan dengan pemandangan dimana seseorang keluar dari sebuah toko bunga dengan roses hand bouquet di tangannya. Aku tetap menginginkan sosok “dia” ketika seseorang mengatakan kepadaku mengenai dirinya yang menemukan sekumpulan informasi tentang ketidak jujuran pasangannya lengkap dengan suara tangisan.

Ada banyak hal yang ku kira wajar untuk ku jalani. Aku memang telah mampu menjalaninya, melewati tiap-tiap kejadian yang melemahkan langkahku disetiap harinya. Misal, ketika ku anggap wajar apabila seseorang dibuat menangis oleh orang lain. Aku sempat berpikir kalau seseorang yang dicintai memiliki hak atas tindakan tersebut, Ia berhak untuk lebih memilih marah ketika pasangannya dianggap melakukan kesalahan (kesalahan kecil seperti menelfonnya disaat Ia sedang bersama pacar keduanya sekalipun, baiklah, ini kesalahan yang besar) kemudian mengabaikan tangisan yang disebabkan oleh kemarahannya. Aku melegalkan hal itu, pada saat itu.

Aku juga pernah mengira, adalah hal yang mustahil untuk menemukan sosok “dia”, yang mendekati gambaran bisajadi ada, pada fiksi yang diciptakan oleh imajinasi. Karena yang ku temui di sepanjang hidupku sebelumnya adalah dia yang mengaku cinta namun mencintai yang lain di waktu yang bersamaan, dia yang mengaku sayang namun ketika berargumentasi melakukan segala cara untuk menyalahkan, atau dia yang mengaku menyukai apapun tentang pasangannya malah menciptakan batasan, aturan bahkan perubahan yang menjadikan pasangan tidak berhak menjadi dirinya sendiri. 

Hingga akhirnya aku menemukan sosok “dia” yang ku inginkan, yang sungguh telah ada di Bumi, di kota yang sama, di dekatku, milikku. Berbeda dengan kejadian yang dulu. Saat ini, ketika aku melakukan kesalahan, “dia yang sekarang bersamaku” justru melakukan hal yang sebaliknya. Membuat aku mengerti bahwa ketika seseorang sungguh-sungguh mencintai, dia tidak akan melakukan hal yang membuat pasangannya sedih apalagi menangis.


Pandangan pertama, ku kira dia adalah sosok pendiam yang kaku. Tapi, pandangan pertama terkadang menipu. Dia menceritakan banyak hal dan hampir selalu membuatku tertawa. Kadang sulit sekali untuk dibuat tertawa ketika seseorang menceritakan kembali mengenai adegan lucu dalam sebuah film yang telah ditontonnya, namun dia mampu membuatku tertawa sangat keras dengan kisah Aladeen di film The Dictator yang Ia ceritakan.

Ketika aku bertanya tentang dua pilihan atau lebih, dia tidak seperti kebanyakan orang yang menjawab “terserah, ikuti kata hatimu saja”. Dia akan menyarankan satu pilihan yang baik menurutnya, walaupun akhirnya aku yang memutuskan.     

10 September. Hari ini adalah tanggal dan bulan yang terulang baginya. Bertambah satu tahun lagi kesempatan yang ia dapatkan untuk melanjutkan tahun berikutnya. Ku harap segala hal yang baik akan terjadi. Dengan dia menjadi lebih baik, namun tetap menjadi dirinya. Dan semoga Allah selalu melindungi di setiap langkahnya.    

No comments:

Post a Comment