Putih adalah kucing terpintar yang pernah ku miliki. Aku lupa
tepatnya kapan, tapi aku sangat ingat gimana caranya dia
datang ke rumah ini.
Suatu siang, aku dan mamak lagi nonton tv. Aku nontonnya
sambil baring gitu, dan tiba-tiba ada kucing kecil berbulu
putih dengan ekor pendek berwarna coklat dengan santainya
berjalan masuk ke arah dapur. Aku sempat berkomentar
ketika kucing itu lewat dan nanya ke mamak itu kucing siapa.
Mamak juga bingung itu kucingnya siapa, kan ada tuh beberapa
kucing yang dikenalin sebagai kucing tetangga. Sementara yang
ini, ga pernah ngeliat sekalipun di lingkungan dekat
rumah. Tapi kemudian kami kembali fokus menonton acara
tv.
Kucing kecil yang mungkin berusia beberapa bulan (sebenarnya
ku gatau besar tubuh kucing dalam hitungan bulan itu seperti
apa, pokonya dia masih kecil. Tapi ga kayak bayi kucing juga)
itu keluar dari dapur, dia menjilati tangannya tepat
disebelahku. Kayanya dia abis makan makanannya Mau,
kucingku.
Aku nyoba untuk mengelus kepalanya, tapi malah digigit-gigit.
Ngerti kan ya gigitan kucing yang seakan ngajakin main gitu?
Ya emang dia masih umur kucing-kucing yang lagi
aktif-aktifnya gitu sih. Ga kayak Mau, yang kalo ku gerakin
lidi di depannya malah dicuekin. Pengaruh umur kali yaa?
Pas lagi main-main sama kucing itu, aku masih bertanya-tanya
dia kucingnya siapa? Matanya biru, tapak kakinya hitam
(padahal keseringan kalo kucing putih, semacam udah bisa
ditebak kalau tapak kakinya berwarna merah muda kan ya), dan
matanya juling. Aku langsung nebak kalau dia pasti turunan
kucing siam. Seperti Jiku yang saat itu ku ungsikan ke
kosannya Sugeng karna keberadaannya terancam di rumah ini.
Diakibatkan kekurangannya yang gabisa bedain tempat buang air
besar dan kamar tidur.
Kucing itu kemudian tertidur disampingku. Ya ampun, serasa si
empunya rumah. Tiba-tiba datang, langsung masuk dapur dan
makan, sksd ngajakin main, kemudian tidur. Ku dan mamak cuma
ngetawain tingkahnya aja, dan tetap heran, kucing siapa ini
nyasar ke rumah?
Ku kira kucing ini akan pergi dan ga akan balik lagi ke rumah
ini ketika terbangun. Dugaanku salah, dia menetap dan menjadi
kucing kebanggaan abah. Karna dia sangat pintar. Dia ga
pernah sekalipun mengotori rumah dengan selalu buang air di
luar rumah, ga pernah muntah juga. Pokonya baik laku.
Putih, itu namanya. Sugeng sempat komentar tentang namanya
ini. "Kasian kali namanya Putih, kayak nama pasrah gitu yang
ga ada usahanya untuk cari nama yang bagus." begitu katanya.
Ku cuma ketawa dan namanya tetap Putih.
Gimana dengan Mau? Ketika dia tau dirumah ini ada kucing lain
selain dirinya, hmm.. aku lupa kesan pertamanya gimana. Mau
kadang nunjukin rautan muka yang kesal, apalagi ketika sedang
selonjoran sambil menggoyangkan ekornya, si Putih malah
mengcengkeram ekor tersebut kemudian berlari sekencang
mungkin sebelum tubuhnya yang dicengkeram oleh Mau. Tapi
seterusnya mereka baik-baik aja. Mungkin karna Putih
masih kecil dan belum tau soal jatah makan yang dibagi
menjadi dua jika ada tambahan kucing di sebuah rumah?
Mungkin.
Hingga hari dimana Jiku direncanakan kembali ke rumah ini,
karna Sugeng pindah kosan. Yang sebelumnya kamar mandinya di
dalam, jadi Jiku bisa buang air disitu. Awalnya kami khawatir
kalo Jiku akan buang air sembarangan, ntah dikasurnya atau
dimanapun selain kamar mandi. Tapi ternyata dia cukup pintar
untuk selalu buang air di dalam kamar mandi. Walaupun tiap
hari Sugeng harus langsung menyirami lantai kamar mandi
ketika pulang kerja.
Disini aku sangat bersyukur karna ada dia yang mau nampung
Jiku. Ga cuma ngasih tempat tinggal begitu aja, tapi ngasih
makan dan bersihin kotorannya juga. Bahkan pernah cuti, tapi
beberapa hari dari cutinya akhirnya di isi dengan ngerawat
Jiku karna dia khawatir untuk ninggalin Jiku sendirian di
kosan.
Tak ada lagi kamar mandi dalam, Jiku pun dibawa ke rumahku.
Situasi di rumah sesuai yang dibayangkan, bahkan lebih parah.
Jiku ga mau keluar dari kandangnya (dapat kandang warna biru
karna dipinjemin Feni), selalu mengerang dan ga bisa
ditenangin. Apalagi Rahul, kucing tetangga yang tiba-tiba
datang dan akan menyerang Jiku, tapi Rahul akhirnya berhasil
dikeluarin dari rumah. Kucing tetangga satu itu emang agresif
berlebih. Sampai hopeless kalau situasi begitu akan
berlangsung lama. Maksudnya, situasi dimana Jiku ga akan
nyaman di rumah ini, dan ga akan berteman baik dengan Putih
ataupun Mau, apalagi Rahul.
Malam itu, aku membawa Jiku tidur di kamarku. Dan paginya,
Putih juga ku masukin ke dalam kamar. Putih mendekati Jiku,
tapi kemudian menjauh karna Jiku menunjukkan taringnya. Ku ga
pernah liat Putih setakut itu. Bahkan Putih ga pernah
bereaksi seperti itu kalo lagi sama Mau. Putih berusaha untuk
membuka pintu kamar yang tentu aja ga akan bisa dibuka oleh
paws kecilnya itu karna terkunci. Jiku juga terus mengerang.
Ku biarkan.
Beberapa jam, mereka berdua akhirnya sama-sama diam, ga
bergerak ataupun bersuara. Jauh lebih tenang. Itu berlangsung
selama beberapa puluh menit hingga terdengar suara "miong"
yang imut. Bergantian. Pernah liat ga sih kucing yang seakan
mengobrol? Ku susah jelasinnya. Tapi mereka berdua
benar-benar seperti sedang membicarakan banyak hal. Ga
sekedar itu, badan mereka berdua juga bergantian maju mundur
satu sama lain. Mereka mulai berteman? Yang jelas setelah
hari itu, mereka selalu bersama.
Aku ga ngerti lagi sama kepintaran Putih, aku dan Sugeng
sering menganggap kalau Putih itu adalah agen rahasia kucing
yang diutus untuk mengajari kucing-kucing rumahan menjadi
kucing yang baik dan di sayang. Karna Jiku semacam diajari
banyak hal sama Putih.
Awal-awal di rumah, Jiku masih buang air sembarangan. Kena
omel dan dibandingin sama Putih. Tapi ku mikirnya, mungkin
dia masih ga ngerti karna sebelumnya selalu di dalam ruangan,
dan sangat jarang ngeliat kucing lain. Jadi, dia takut keluar
rumah tiba-tiba diserang Rahul ataupun kucing lain.
Beberapa hari kemudian ku liat Jiku lebih sering keluar
rumah, dan berlari ke gunungan pasir yang sudah ada Putih
disana. Disitu aku mikirnya kalau Jiku niru Putih yang buang
air di luar rumah. Jiku jadi jarang buang air di dalam rumah,
bahkan ga pernah. Jiku juga sering ditemani Putih kalau buang
air di luar, apalagi ketika malam.
Suatu malam, aku kebangun dari tidur karna Jiku selalu
meong-meong. Aku buka pintu kamarku, dia langsung berlari
menuju ke arah jendela yang ada didekat pintu. Aku buka juga
jendelanya, tapi dia tetap duduk dijendela seperti menunggu
sesuatu. Aku pun manggil Putih, dan Putih datang dengan muka
bangun tidurnya. Benar aja, Jiku langsung berlari keluar dan
di ikuti Putih. Kan, Jiku berani buang air diluar karna ada
yang nemenin. Ini ga ngarang, aku beruntung bisa ngeliat
fenomena ini. Dan beruntung pernah punya Putih yang pintarnya
kelewatan.
Pernah punya? Ya, Putih ga ada lagi di rumah ini. Gatau
kenapa. Dia tiba-tiba datang, dan tiba-tiba hilang. Terakhir
kali aku ngeliat dia malam itu, ketika Liya nginap dirumah.
Aku masih ingat malam itu ngelus ngelus kepala dan lehernya,
tapi aku gatau kalo itu adalah yang terakhir. Kalau ku tau,
mungkin saat itu dia ku kurung terus dikamar untuk memastikan
kalau dia ga akan pernah pergi.
Aku terus nyariin dia, bahkan buat pengumuman kucing hilang
di sosial media. Berharap ada yang nemuin dan bawa ke rumah,
atau dia pulang sendiri seperti biasanya. Seminggu hilang, ku
bener-bener ga yakin dia akan balik, tapi masih sangat
berharap. Semoga dia cuma lagi masa-masa kawin, dan
karna gamau ngotorin rumah dengan kencing sembarangan,
makanya dia ga balik-balik sampe ga beser lagi. Begitu
harapku.
Sebulan, ini udah terlalu lama. Dia ga pernah ga balik
sebelumnya. Dia selalu ada di rumah hampir 24 jam setiap
harinya, tapi kenapa kali ini dia ngelakuin hal yang ga
biasanya. Aku tetap berharap, dia akan seperti Mau dulu. Mau
pernah ga pulang selama sebulan, kali itu ku juga bener-bener
hopeless. Tapi jam 12 malam, aku dibangunin sama orang rumah.
Dan malam itu Mau digendong ke kamarku. Seisi rumah senang
karna Mau balik ke rumah. Keadaannya kurus, kotor dan selalu
meong-meong seakan cerita tentang apa aja yang dia hadapi
selama sebulan ga dirumah. Tapi keajaiban itu ga terjadi dua
kali.
Aku kangen Putih setiap hari, sering mimpiin kalo dia balik.
Dan lagi, harapanku yang ini juga tetap jadi harapan. Sampai
aku benar-benar sadar, tak lagi ada Putih di rumah ini.
Dimanapun dia, semoga tetap jadi kucing pintar yang baik
laku.
No comments:
Post a Comment