Advertisement

Responsive Advertisement

Saturday 23 February 2019

Tak ada lagi Putih di rumah ini

Putih adalah kucing terpintar yang pernah ku miliki. Aku lupa tepatnya kapan, tapi aku sangat ingat gimana caranya dia datang ke rumah ini. 

Suatu siang, aku dan mamak lagi nonton tv. Aku nontonnya sambil baring gitu, dan tiba-tiba ada kucing kecil berbulu putih dengan ekor pendek berwarna coklat dengan santainya berjalan masuk ke arah dapur. Aku sempat berkomentar ketika kucing itu lewat dan nanya ke mamak itu kucing siapa. Mamak juga bingung itu kucingnya siapa, kan ada tuh beberapa kucing yang dikenalin sebagai kucing tetangga. Sementara yang ini, ga pernah ngeliat sekalipun di lingkungan dekat rumah. Tapi kemudian kami kembali fokus menonton acara tv. 

Kucing kecil yang mungkin berusia beberapa bulan (sebenarnya ku gatau besar tubuh kucing dalam hitungan bulan itu seperti apa, pokonya dia masih kecil. Tapi ga kayak bayi kucing juga) itu keluar dari dapur, dia menjilati tangannya tepat disebelahku. Kayanya dia abis makan makanannya Mau, kucingku. 

Aku nyoba untuk mengelus kepalanya, tapi malah digigit-gigit. Ngerti kan ya gigitan kucing yang seakan ngajakin main gitu? Ya emang dia masih umur kucing-kucing yang lagi aktif-aktifnya gitu sih. Ga kayak Mau, yang kalo ku gerakin lidi di depannya malah dicuekin. Pengaruh umur kali yaa?

Pas lagi main-main sama kucing itu, aku masih bertanya-tanya dia kucingnya siapa? Matanya biru, tapak kakinya hitam (padahal keseringan kalo kucing putih, semacam udah bisa ditebak kalau tapak kakinya berwarna merah muda kan ya), dan matanya juling. Aku langsung nebak kalau dia pasti turunan kucing siam. Seperti Jiku yang saat itu ku ungsikan ke kosannya Sugeng karna keberadaannya terancam di rumah ini. Diakibatkan kekurangannya yang gabisa bedain tempat buang air besar dan kamar tidur.

Kucing itu kemudian tertidur disampingku. Ya ampun, serasa si empunya rumah. Tiba-tiba datang, langsung masuk dapur dan makan, sksd ngajakin main, kemudian tidur. Ku dan mamak cuma ngetawain tingkahnya aja, dan tetap heran, kucing siapa ini nyasar ke rumah?

Ku kira kucing ini akan pergi dan ga akan balik lagi ke rumah ini ketika terbangun. Dugaanku salah, dia menetap dan menjadi kucing kebanggaan abah. Karna dia sangat pintar. Dia ga pernah sekalipun mengotori rumah dengan selalu buang air di luar rumah, ga pernah muntah juga. Pokonya baik laku.

Putih, itu namanya. Sugeng sempat komentar tentang namanya ini. "Kasian kali namanya Putih, kayak nama pasrah gitu yang ga ada usahanya untuk cari nama yang bagus." begitu katanya. Ku cuma ketawa dan namanya tetap Putih.

Gimana dengan Mau? Ketika dia tau dirumah ini ada kucing lain selain dirinya, hmm.. aku lupa kesan pertamanya gimana. Mau kadang nunjukin rautan muka yang kesal, apalagi ketika sedang selonjoran sambil menggoyangkan ekornya, si Putih malah mengcengkeram ekor tersebut kemudian berlari sekencang mungkin sebelum tubuhnya yang dicengkeram oleh Mau. Tapi seterusnya mereka baik-baik aja. Mungkin karna Putih masih kecil dan belum tau soal jatah makan yang dibagi menjadi dua jika ada tambahan kucing di sebuah rumah? Mungkin. 

Hingga hari dimana Jiku direncanakan kembali ke rumah ini, karna Sugeng pindah kosan. Yang sebelumnya kamar mandinya di dalam, jadi Jiku bisa buang air disitu. Awalnya kami khawatir kalo Jiku akan buang air sembarangan, ntah dikasurnya atau dimanapun selain kamar mandi. Tapi ternyata dia cukup pintar untuk selalu buang air di dalam kamar mandi. Walaupun tiap hari Sugeng harus langsung menyirami lantai kamar mandi ketika pulang kerja. 

Disini aku sangat bersyukur karna ada dia yang mau nampung Jiku. Ga cuma ngasih tempat tinggal begitu aja, tapi ngasih makan dan bersihin kotorannya juga. Bahkan pernah cuti, tapi beberapa hari dari cutinya akhirnya di isi dengan ngerawat Jiku karna dia khawatir untuk ninggalin Jiku sendirian di kosan.

Tak ada lagi kamar mandi dalam, Jiku pun dibawa ke rumahku. Situasi di rumah sesuai yang dibayangkan, bahkan lebih parah. Jiku ga mau keluar dari kandangnya (dapat kandang warna biru karna dipinjemin Feni), selalu mengerang dan ga bisa ditenangin. Apalagi Rahul, kucing tetangga yang tiba-tiba datang dan akan menyerang Jiku, tapi Rahul akhirnya berhasil dikeluarin dari rumah. Kucing tetangga satu itu emang agresif berlebih. Sampai hopeless kalau situasi begitu akan berlangsung lama. Maksudnya, situasi dimana Jiku ga akan nyaman di rumah ini, dan ga akan berteman baik dengan Putih ataupun Mau, apalagi Rahul.

Malam itu, aku membawa Jiku tidur di kamarku. Dan paginya, Putih juga ku masukin ke dalam kamar. Putih mendekati Jiku, tapi kemudian menjauh karna Jiku menunjukkan taringnya. Ku ga pernah liat Putih setakut itu. Bahkan Putih ga pernah bereaksi seperti itu kalo lagi sama Mau. Putih berusaha untuk membuka pintu kamar yang tentu aja ga akan bisa dibuka oleh paws kecilnya itu karna terkunci. Jiku juga terus mengerang. Ku biarkan.

Beberapa jam, mereka berdua akhirnya sama-sama diam, ga bergerak ataupun bersuara. Jauh lebih tenang. Itu berlangsung selama beberapa puluh menit hingga terdengar suara "miong" yang imut. Bergantian. Pernah liat ga sih kucing yang seakan mengobrol? Ku susah jelasinnya. Tapi mereka berdua benar-benar seperti sedang membicarakan banyak hal. Ga sekedar itu, badan mereka berdua juga bergantian maju mundur satu sama lain. Mereka mulai berteman? Yang jelas setelah hari itu, mereka selalu bersama.

Aku ga ngerti lagi sama kepintaran Putih, aku dan Sugeng sering menganggap kalau Putih itu adalah agen rahasia kucing yang diutus untuk mengajari kucing-kucing rumahan menjadi kucing yang baik dan di sayang. Karna Jiku semacam diajari banyak hal sama Putih.

Awal-awal di rumah, Jiku masih buang air sembarangan. Kena omel dan dibandingin sama Putih. Tapi ku mikirnya, mungkin dia masih ga ngerti karna sebelumnya selalu di dalam ruangan, dan sangat jarang ngeliat kucing lain. Jadi, dia takut keluar rumah tiba-tiba diserang Rahul ataupun kucing lain.

Beberapa hari kemudian ku liat Jiku lebih sering keluar rumah, dan berlari ke gunungan pasir yang sudah ada Putih disana. Disitu aku mikirnya kalau Jiku niru Putih yang buang air di luar rumah. Jiku jadi jarang buang air di dalam rumah, bahkan ga pernah. Jiku juga sering ditemani Putih kalau buang air di luar, apalagi ketika malam.

Suatu malam, aku kebangun dari tidur karna Jiku selalu meong-meong. Aku buka pintu kamarku, dia langsung berlari menuju ke arah jendela yang ada didekat pintu. Aku buka juga jendelanya, tapi dia tetap duduk dijendela seperti menunggu sesuatu. Aku pun manggil Putih, dan Putih datang dengan muka bangun tidurnya. Benar aja, Jiku langsung berlari keluar dan di ikuti Putih. Kan, Jiku berani buang air diluar karna ada yang nemenin. Ini ga ngarang, aku beruntung bisa ngeliat fenomena ini. Dan beruntung pernah punya Putih yang pintarnya kelewatan.

Pernah punya? Ya, Putih ga ada lagi di rumah ini. Gatau kenapa. Dia tiba-tiba datang, dan tiba-tiba hilang. Terakhir kali aku ngeliat dia malam itu, ketika Liya nginap dirumah. Aku masih ingat malam itu ngelus ngelus kepala dan lehernya, tapi aku gatau kalo itu adalah yang terakhir. Kalau ku tau, mungkin saat itu dia ku kurung terus dikamar untuk memastikan kalau dia ga akan pernah pergi.

Aku terus nyariin dia, bahkan buat pengumuman kucing hilang di sosial media. Berharap ada yang nemuin dan bawa ke rumah, atau dia pulang sendiri seperti biasanya. Seminggu hilang, ku bener-bener ga yakin dia akan balik, tapi masih sangat berharap. Semoga dia cuma lagi masa-masa kawin, dan karna gamau ngotorin rumah dengan kencing sembarangan, makanya dia ga balik-balik sampe ga beser lagi. Begitu harapku.

Sebulan, ini udah terlalu lama. Dia ga pernah ga balik sebelumnya. Dia selalu ada di rumah hampir 24 jam setiap harinya, tapi kenapa kali ini dia ngelakuin hal yang ga biasanya. Aku tetap berharap, dia akan seperti Mau dulu. Mau pernah ga pulang selama sebulan, kali itu ku juga bener-bener hopeless. Tapi jam 12 malam, aku dibangunin sama orang rumah. Dan malam itu Mau digendong ke kamarku. Seisi rumah senang karna Mau balik ke rumah. Keadaannya kurus, kotor dan selalu meong-meong seakan cerita tentang apa aja yang dia hadapi selama sebulan ga dirumah. Tapi keajaiban itu ga terjadi dua kali. 

Aku kangen Putih setiap hari, sering mimpiin kalo dia balik. Dan lagi, harapanku yang ini juga tetap jadi harapan. Sampai aku benar-benar sadar, tak lagi ada Putih di rumah ini. 


       Dimanapun dia, semoga tetap jadi kucing pintar yang baik laku. 



















No comments:

Post a Comment