Advertisement

Responsive Advertisement

Friday 25 July 2014

Ini Agama, Itu Politik.

Blog ini udah lama ku biarkan kosong. Ngga kebayang sama sekali kalo postingan pertama judulnya mengenai hal seserius ini. Agama dan politik sekaligus. Sebenarnya biar keliatan keren aja. Ngga ngga, bukan cuma biar keliatan keren. Tapi di usia bumi yang katanya udah 4,54 miliar tahun ini, ada banyak sekali kejadian yang aku gak tau walaupun sembilan hari ke depan usiaku akan memasuki tahun ke 21. Dari ketidaktahuanku inilah semua berawal. Bukan deh, awalnya dari makhluk bumi lain yang masih terjangkau olehku. Yang terjangkau disini dalam artian "aku tahu orang itu ada di dunia ini", baik itu yang ada disekitarku, mengenalku dan yang ga tau keberadaanku sekalipun. Mereka ngebahas banyak hal, dan di tanggal 25 Juli 2014 ini bahasan tentang politik dan agama adalah yang paling sering ku lihat. Walaupun hal ini memang selalu ada dan berdampingan dengan hal lainnya di hari-hari sebelumnya, tapi aku benar-benar ngerasa kalau dimasa-masa ini agama dan politiklah yang paling terlihat. Well, agak maksa. Tapi beneran.

Dengan adanya sesuatu yang dinamakan Internet. Semua menjadi mudah dan sulit dalam waktu yang bersamaan. Mudah untuk mendapatkan informasi dan sulit membedakan informasi. Tujuan internet yang tadinya untuk memudahkan umat manusia di muka bumi ini, justru menuntut manusia untuk bisa membedakan informasi yang benar dan yang salah, yang akurat dan karangan, yang fakta dan opini, yang serius dan becandaan, yang jujur dan yang ngibul, dan yang... lain-lain. Wait, ini kok jadi bahas internet? ada kaitannya kok. Karena yang membahas agama dan politik, ku lihat jelas di internet yang di dalamnya dapat ditemukan media sosial. Kayak Path, Twitter, Facebook, Soundcloud, Line, WeChat, Instagram, Ask.fm, ups.. nyebut merk. Aku ga aktif di semua media sosial yang ga sengaja disebut tadi, palingan hanya empat diantaranya. Tapi aku tau, karena postingan dari akun media sosial lain milik orang lain bisa juga tiba-tiba nongol di home akun yang lagi ku mainin (bahasanya ribet, tapi cobalah mengerti aku apa adanya).

Soal politik ini mulai ramai dibicarakan sejak terciptanya politik. Yaiya. Maksudnya terlihat sekali semua orang membicarakan soal politik, ga cuma pengamat politik, fenomena ini terlihat jelas di depan mataku sejak tumbuhnya rasa cinta ini berbulan-bulan sebelum tanggal 9 Juli 2014. Itu bukan tanggal ulang tahunku, sumpah. Itu tanggal merah. Tanggal yang ku kira segala perdebatan akan terhenti sampai disitu. Dan perkiraanku salah. 

Sebelum 9 Juli 2014, jauh sebelum tanggal itu, aku mencari-cari calon presiden yang suku kata nama terakhirnya adalah go. Barangkali ramalan Joyoboyo benar adanya. Perlu diklarifikasi, atau tepatnya pembelaan, aku bukannya percaya ramalan, astrologi dan teman-temannya. Cuma mau liat kebenarannya. Sama aja ya? Ya tapi pokonya ga percaya, cuma bandingin sama kenyataan, eh. Baiklah.. intinya cuma percaya kepada Tuhan yang mengatur segala takdir. Benar saja kandidat terpilih untuk menjadi calon presiden, tak satupun yang namanya berakhiran dengan suku kata go. 

Ketika pertama kali tahu kalau Bapak yang berinisial JW dipilih oleh anaknya presiden RI pertama yang juga merupakan ketua umum partainya. Aku sempat terpengaruh seseorang. Aku tidak menyalahkan dia yang bisa mempengaruhiku, karena akulah yang memutuskan untuk terpengaruh kata-katanya yang seperti ini "Pak JW itu nanti jadi bonekanya mantan presiden yang dulu jual Indosat kalau dia kepilih jadi presiden" Iya, pada saat itu aku benar-benar terpengaruh dan memutuskan untuk tidak memilihnya. Ya, aku tau dia Gubernur di ibukota yang katanya suka blusukan. Gubernur yang sempat dibahas di majalah luar negeri. Gubernur yang sering sekali nongol di TV. Hanya saja, tetap ada pengharapan bahwa akan ada kandidat lain yang lebih baik untuk ku pilih. 

Apakah semacam menjilat ludah sendiri ketika akhirnya aku memutuskan untuk memilih Pak JW? Aku memutuskan ini sejak diputuskannya Capres yang sesungguhnya hanya ada dua. Aku mulai disuguhi dengan informasi-informasi mengenai kedua Capres beserta pasangannya. Mengungkit-ungkit masa lalu, hingga rencana ke depan. Pilihanku lebih condong ke Pak JW bahkan sangat yakin dan meyakinkan orang lain. Walaupun selalu gagal untuk meyakinkan orang lain, yang penting udah usaha dan tau kalau pilihan orang lain ga bisa diganggu gugat. Toh, aku juga ga bisa diganggu gugat pilihannya, malah sok-sok-an megganggu pilihan orang lain. Mengenai menjilat ludah sendiri, mungkin aku masih memiliki hak untuk membela diri disini. Pada saat itu, aku dihipnotis belum tertarik untuk mencari informasi apapun mengenai pemilihan presiden. Jadi, keputusan yang ku buat adalah ketika ku belum tahu lebih banyak tentang pemilu. Hanya itu. Bisa diterima pembelaannya? yaudah aku rapopo. Salahin aja gue! Salahin! (yang terakhir ngigo)

Dengan alasan yang gue, eh keterusan, maksudnya dengan alasan yang aku rasa cukup kuat untuk memilih Pak JW ini, ada saja godaannya. Godaan terberat ketika pendukung capres lain terang-terangan menunjukkan ketidaksukaannya terhadap Pak JW and the gang. Mereka menuturkan alasan-alasan yang menurutku wajar di ungkapkan oleh pendukung. Menggoda iman sekali. Melihat keberlangsungan pemilihan presiden di 2014 ini bnr2 bikin greget. Apalagi pas tau, tokoh publik mulai berbondong-bondong mengumumkan Capres pilihannya (Padahal sepertinya dulu hal ini bersifat sangat rahasia). Mereka begitu terbuka dengan pilihannya yang bisa saja memicu masyarakat untuk turut ikut memilih. Mungkin tujuannya baik, untuk turut serta menjadi relawan dan menunjukkan kebaikan Capres pilihan. Kalau dulu ajakan untuk ga golput, saat ini ajakan untuk memilih 1 atau 2. Bisa dibilang perkembangan zaman? Iya, ini sungguh pertanyaan.

Sebelumnya ga pernah liat pemilihan presiden jadi momen yang seseru ini. Positifnya, setiap masing-masing pendukung (termasuk aku) mencari tau tentang capres pilihannya . Ntah itu dari google, media sosial, tv, pokonya banyak. Bahkan Debat Capres diamati tanpa berkedip dan mesti sambil ngetweet. Serius, bangga liat semua antusias untuk pemimpin negaranya. Cuma, ada cumanya, ketika perbedaan pendapat mulai timbul di antara orang-orang yang gamau kalah debat. Sebenarnya debat itu bagus, ngeluarin semua uneg-uneg, ngebeberin semua pendapat, tapi harus benar, sesuai fakta, opini pun jangan asal-asalan dan memaksa orang lain untuk beropini yang sama, bukan berakhir dengan pembentukan dua kotak. Mulai mengkotak-kotakkan dengan munculnya istilah panasbung dan panastak. Mungkin ini istilah untuk para pendukung yang fanatik membela capres pilihannya mati-matian bahkan bernazar. Jangan cuma fanatik, tapi harus pintar juga, kan?!

Oh iya, belum bahas masalah agama. Kenapa dijudul ada kata-kata Agama, itu karena aku sempat menemukan akun-akun yang mendampingkan agama dengan politik. Aku disini ga bilang salah kalau aku dan kamu berjalan berdampingan ada yang menjalankan politik dan agama secara berdampingan. Bukannya justru bagus? Kalau semuanya dijalankan dengan sesuai, tidak merasa paling benar, karena dikepala setiap manusia isinya berbeda-beda. Iya ada juga yang sama, sama-sama ada otaknya. Maksudnya disini, pemikiran setiap manusianya. Mungkin kalau ada kekuatan super yang bisa menjadikan pikiran orang lain menjadi sama dengan yang kita pikirikan, aku akan berpikir agar Bill Gates berpikir untuk mewariskanku seluruh harta miliknya. 

Saat melihat akun salah satu ustadz yang memposting mengenai pilihannya setelah berdiskusi dengan banyak ustadz lainnya. - Mau ngelanjutin tulisan ini, rasanya agak sulit dijelasin. Membicarakan soal agama emang ga mudah untuk orang yang pengetahuan agamanya pas-pasan. - Balik ke masalah, di akun itu ada banyak yang komen. Ada yang komentar yang intinya begini, "umat Islam seharusnya mengikuti yang disarankan ustadz" bahkan komentar frontal yang mengatakan bahwa yang memilih Pak JW adalah kafir. Di Media sosial lainnya, Ustadz yang berbeda mengutarakan "apabila memilih Pak JW, berarti memilih wakil gubernur untuk menjadi gubernur". Awalnya aku ga ngerti maksudnya apa hingga kemudian menemukan Surat Al Maidah ayat 51 di Al Quran. Stuck. Aku berpikir, tapi bingung. Pilihanku sangat condong ke Jokowi 100% dari 100%. Berdasarkan informasi prestasi-prestasinya yang beredar luas. Lalu? Iya, di dalam Islam ada peringatan mengenai pemilihan pemimpin. Harus Muslim. Jokowi muslim, walaupun beredar luas isu yang bilang kalau dia non muslim. Tapi, bukan itu masalahnya. Masalahnya ada di Wakil Gubernurnya. If you know what i mean. (Coba baca "apabila memilih Pak JW, berarti memilih wakil gubernur untuk menjadi gubernur" hingga mengerti)

Jujur, hal ini memunculkan pertanyaan. Bagaimana dengan umat muslim yang terlahir sebagai kaum minoritas di negaranya, yang tidak ada satupun capresnya yang muslim. Haruskah mereka melepaskan hak suaranya? Ini benar-benar pertanyaan. Aku juga ga tau apa jawabannya. 

Aku masih ingat, pas belajar sejarah di bangku SMP, guruku menjelaskan kalau agama yang pertama kali dianut di Indonesia adalah animisme, disusul agama Hindu kemudian Buddha, Kristen dan Islam. Indonesia yang merupakan negara kepulauan terbesar di dunia ini menampung ratusan juta manusia yang tidak menganut agama yang sama. - Duh, tulisan ini serius sekali. - Meskipun mayoritas muslim, Indonesia bukanlah salah satu dari negara Islam. Dimana masing-masing pemeluk agama begitu meyakini agama yang dianutnya. Kadang cuma kepikiran, bagaimana kalau di agama selain Islam juga mengajarkan untuk memilih pemimpin yang menganut agama yang sama? Bisa jadi, angka yang golput akan sangat besar karena rakyat Indonesia yang non muslim tidak memilih, bukankah bagi mereka lebih baik menaati aturan agamanya?

Akhirnya list dosaku bertambah atau ngga ketika akhirnya menancapkan paku di nomor dua? sama, aku juga gatau. Tapi yang pasti Allah adalah yang lebih tau alasanku memilih. Semoga benar untuk menjadi lebih baik. Terkadang, ada pertanyaan-pertanyaan yang sulit untuk dijelaskan ketika membahas mengenai agama. Antara kapasitas pengetahuanku yang ga memadai atau karna cuma Allah yang Maha Mengetahui. Mungkin hal ini yang menyebabkan beberapa orang mencari Tuhan, mencari kebenaran-kebenaran yang dianggapnya benar, mempertanyakan banyak hal, kemudian menganggap hidup tanpa Tuhan dan agama juga bisa tenteram. Aku ga setuju untuk pernyataan "tanpa agama dan Tuhan juga bisa tenteram". Agama-ku mengajarkan kebaikan. Terlepas dari pertanyaan agama mana yang paling benar. Selama untuk kebaikan, kenapa harus menghentikan kebaikan tersebut karena tidak percaya akan adanya Tuhan? 

Iya, ini serba salah. Hidup di zaman ini, segala sesuatunya menjadi tidak mudah. Tidak memilih pemimpin yang seagama, bisa saja dianggap berdosa. Di lain sisi, setiap agama tidak memerintahkan umatnya agar bersikap rasis. Pernahkan ada kasus dimana pemimpin negara di Indonesia berniat menghabisi agama selain agama yang dianutnya? Aku membahas semua ini bukan untuk menentang siapapun. Agamaku mengajarkan untuk tidak berprasangka buruk. Hal yang aneh ketika menyamaratakan sikap seseorang berdasarkan lingkungan, suku, apapun. Berusaha berbuat baik saja, mengenai perbuatan baik yang dibalas dengan perbuatan buruk... bukankah itu urusan si pelaku dengan Tuhan?

Menurutku, iya menurutku lagi, saling menghargai pendapat orang lain lebih baik dibanding harus saling membenci karena pendapat yang berbeda. Mengenai debat pendukung masing-masing mengenai pemilu yang tadinya ku kira akan berakhir di 9 Juli, justru berkelanjutan, kemudian menebak lagi kalau debat itu berakhir ditanggal 22 Juli 2014 ketika diumumkan capres terpilih. Salah juga. Pak JW menang, selisih delapan jutaan orang pemilih dengan capres lainnya. Tapi berita tentang pemilihan presiden ga berhenti disitu. Ada aja sambungannya kayak sinetron stripping. Hingga Pak JW mengucapkan salam tiga jari sekalipun, Persatuan Indonesia. 

Ini Agama, itu Politik. Bukan hal yang menyebabkan perpecahan.

Maafkan kalau ada ketikan yang salah dan menyinggung. Salah-salah nulis bisa digebukin warga se-Indonesia ini. Semua yang di atas cuma pendapatku kok, cuma pertanyaan-pertanyaan yang tiba-tiba menggerogoti otakku. Dan hingga di penghujung blog ini, masih menjadi pertanyaan. 






No comments:

Post a Comment